|
Ilustration |
Di beberapa daerah yang terletak tidak jauh dari wilayah
perkotaan Kabupaten Karawang, Jawa Barat, cukup banyak lahan pertanian
yang kini telah berubah menjadi perumahan, rumah toko, dan sejumlah
bangunan lainnya.
Sedangkan di wilayah perdesaan yang jauh dari
perkotaan, areal pertanian di sejumlah daerah lumayan banyak yang
berubah menjadi bangunan rumah dan tempat usaha.
Alih fungsi lahan
pertanian di daerah yang terkenal sebagai lumbung padi ini terus
terjadi. Bahkan kemungkinan akan terus terjadi hingga waktu-waktu ke
depan sebab hingga kini belum ada yang mampu membatasi terjadinya alih
fungsi lahan pertanian di Karawang.
Bupati Karawang Ade Swara
mengaku kesulitan mengendalikan, apalagi sampai mencegah terjadinya alih
fungsi lahan pertanian di daerahnya karena yang lebih berhak atau
berwenang terhadap areal sawah itu merupakan pemilik sawah.
"Kami
rasa cukup sulit mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian di
Karawang. Tetapi sebagai pemerintah daerah, kami akan berupaya
semaksimal mungkin untuk mempertahankan Karawang sebagai daerah lumbung
padi," kata bupati.
Ade Swara yang baru menjabat Bupati Karawang
satu tahun itu justru menilai terjadinya alih fungsi lahan pertanian
sejak beberapa tahun terakhir akibat minimnya kesadaran pemilik areal
sawah dalam menjaga atau mempertahankan lahan pertanian.
Akibatnya, hampir setiap tahun selalu terjadi alih fungsi lahan pertanian.
Sesuai
dengan data Dinas Pertanian dan Kehutanan setempat, laju alih fungsi
lahan pertanian di Karawang rata-rata mencapai 181 hektare per tahun.
Hingga
penghujung 2011, luas lahan baku pertanian di Karawang tercatat 94.311
hektare, terdiri atas 83.021 hektare areal sawah irigasi teknis, sawah
irigasi setengah teknis seluas 3.852 hektare, sawah irigasi sederhana
seluas 4.165 hektare dan seluas 3.273 hektare areal sawah tadah hujan.
"Selain
alih fungsi lahan pertanian, faktor lain yang mengancam areal pertanian
di Karawang ialah ancaman banjir dan kekeringan," kata dia.
Ketua
Komisi B DPRD Karawang Yoes Taufik mengingatkan pemerintah daerah
setempat tegas dalam mempertahankan lahan pertanian, menyusul tingginya
laju alih fungsi lahan pertanian.
"Jika Karawang tetap dijadikan
daerah lumbung pertanian, pemerintah kabupaten harus tegas menekan
tingginya laju alih fungsi lahan pertanian," kata dia.
Menurut
dia, bentuk alih fungsi lahan pertanian terbagi menjadiben dua, yakni
alih fungsi lahan pertanian secara massal dan tidak massal. Terjadinya
alih fungsi lahan pertanian massal cukup berbahaya, karena bisa
menghilangkan lahan pertanian sekaligus dalam jumlah yang banyak.
Alih
fungsi lahan pertanian secara massal terjadi karena adanya kepentingan
berbagai jenis pembangunan, seperti pembangunan perumahan, industri, dan
lain-lain. Sedangkan alih fungsi tidak massal terjadi karena pemilik
lahan pertanian membangun rumah di atas lahan pertanian miliknya
sendiri.
Terjadinya alih fungsi lahan pertanian pada dasarnya
merupakan konsekuensi yang mesti ditanggung untuk perkembangan daerah.
Tetapi, hal itu bisa dikontrol dengan komitmen pemerintah daerah yang
akan mempertahankan lahan pertanian di Karawang.
Dengan demikian,
pemerintah daerah dituntut tegas dalam mempertahankan lahan pertanian
agar alih fungsi lahan pertanian tidak terlalu tinggi.
Akademisi
Universitas Singaperbangsa Karawang (Uniska), Yudi Mahmud mengatakan,
laju alih fungsi lahan pertanian di Karawang perlu diimbangi dengan
penerapan teknologi pertanian.
"Kalau laju alih fungsi yang selalu
terjadi setiap tahun tidak diimbangi dengan penerapan teknologi
pertanian, maka produksi padi Karawang tidak akan meningkat dan akan
mengancam status Karawang sebagai daerah lumbung padi," kata dia.
Ia
menilai, dengan kemajuan teknologi pertanian yang terus berkembang dan
diterapkan di Karawang, maka keterbatasan lahan pertanian akibat
tingginya laju alih fungsi lahan tidak menjadi permasalahan berarti di
sektor pertanian.
Di antara teknologi pertanian yang perlu
diterapkan di Karawang ialah dengan berani menggunakan varietas padi
yang unggul, termasuk di antaranya memperlakukan tanaman padi secara
modern atau tidak sembarangan.
Kepala Dinas Pertanian dan
Kehutanan Karawang Nachrowi M Nur mengatakan, terjadinya alih fungsi
lahan pertanian merupakan salah satu dampak dari terus berkembangnya
pembangunan daerah. Tetapi dengan rencana tata ruang wilayah (RTRW)
Karawang, alih fungsi lahan pertanian bisa dibatasi.
Menurut dia,
ancaman alih fungsi lahan pertanian juga bisa diimbangi dengan
meningkatkan produktivitas padi. Hal itu bisa dilakukan dengan
mengembangkan varietas benih padi hibrida yang benar-benar berpengaruh
terhadap peningkatan produksi padi.
Saat ini sejumlah petani di
Karawang diakui sudah banyak yang menggunakan varietas benih padi lokal
yang produktivitasnya cukup tinggi hingga mencapai 7-8 ton per hektare.
Penggunaan
varietas padi di kalangan petani itu diawali dengan proses alamiah para
petani setempat atau temuan petani secara langsung. Potensi varietas
padi lokal di Karawang juga ada yang produktivitasnya di atas 9 ton per
hektare.
Jenis varietas padi lokal yang produktivitasnya di atas 9
ton per hektare sedang diujicobakan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan
Karawang. Terdapat tiga jenis varietas benih padi yang tengah
diujicobakan, yakni Sidenok, Manohara, dan Bima.
Kelebihan dari tiga jenis varietas padi lokal tersebut ialah produktivitasnya yang mampu mencapai di atas 9 ton per hektare.
Nachrowi
menilai, jika varietas-varietas yang mampu menghasilkan produksi padi
itu tinggi, maka produksi padi di Karawang tidak akan terganggu walaupun
terjadi alih fungsi lahan pertanian dari tahun ke tahun.
Diharapkan
nantinya walaupun selalu terjadi alih fungsi lahan pertanian setiap
tahun, tetapi produksi padi di Karawang tetap tinggi.
Bahkan target produksi yang dibebankan oleh pemerintah pusat, yakni harus naik sekitar 5 persen setiap tahunnya bisa terpenuhi.
Sebagai
contoh, pada 2010 target produksi padi Karawang yang mencapai 1,37 ton
gabah kering panen tercapai. Padahal dalam setahun terdapat ratusan
hektare lahan pertanian yang gagal panen.
Atas raihan produksi
padi pada tahun 2010, Nachrowi mengaku pada tahun 2011 target padi di
Karawang yang mencapai 1,4 ton gabah kering panen bisa tercapai.
"Luas
lahan baku pertanian di Karawang tercatat 94.311 hektare. Tetapi saat
ini realisasi panen luas lahan pertanian mencapai sekitar 97.000
hektare," kata dia.
Jika berkeliling ke wilayah perkotaan hingga
pedesaan sekitar Karawang saat ini, hamparan hijau areal sawah memang
sangat luas. Tetapi tetap alih fungsi lahan pertanian masih menjadi
ancaman serius terhadap sektor pertanian di daerah lumbung padi ini.
Pembangunan
jalan baru yang "memakan" areal persawahan di daerah sekitar Karawang
juga mendorong terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Dengan
dibangunnya jalan baru itu, sisi kanan dan kiri jalan tersebut akan
dibangun sejumlah bangunan.
Pada beberapa tahun ke depan,
diperkirakan akan terjadi ancaman yang luar biasa terhadap sektor
pertanian. Ribuan ton produksi padi di Karawang terancam hilang terkait
dengan rencana Pelabuhan Internasional Cilamaya yang berlokasi di
Kecamatan Tempuran.
Perwakilan Badan Koordinasi Penataan Ruang
Daerah Karawang, Kukuh mengatakan, terjadinya alih fungsi lahan
pertanian secara besar-besaran merupakan salah satu dampak dari rencana
pembangunan pelabuhan internasional di Karawang.
Sesuai kajian,
kebutuhan akses jalan layang dari gerbang tol Dawuan menuju pelabuhan
saja akan "memakan" sekitar 150 hektare areal pertanian. Alih fungsi
lahan pertanian seluas itu terjadi jika akses jalannya menggunakan jalan
layang.
Jika diasumsikan setiap lahan pertanian yang beralih
fungsi tersebut mampu memproduksi enam ton padi per hektare, maka setiap
satu musimnya, Karawang akan kehilangan 900 ton dan akan kehilangan
padi sekitar 1.800 ton padi per tahun, jika di daerah itu terjadi dua
kali musim dalam setiap tahunnya.
Ancaman kehilangan produksi padi
akibat alih fungsi lahan pertanian dinilai berbagai pihak jauh lebih
besar apabila akses jalan menuju pelabuhan internasional tersebut
menggunakan jalan konvensional atau tidak menggunakan jalan layang.
Berdasarkan
rencana pembangunan Pelabuhan Internasional Cilamaya, panjang akses
jalan dari gerbang Tol Dawuan ke gerbang pelabuhan mencapai 36
kilometer, dengan lebar 50 meter. Sebagian besar akses jalan itu akan
membelah areal persawahan, areal pertambakan dan sebagian kecil melewati
permukiman penduduk di beberapa kecamatan sekitar Karawang.